Ajeg – Tuhan Dalam Agama Hindu. Banyak kalangan diluar Hindu menganggap bahwa Agama Hindu memiliki banyak Tuhan, bahkan diantaranya banyak yang mengatakan bahwa Hindu itu agama politeisme. Anggapan ini tentu tidak benar. Didalam Weda dijelaskan : EKAM SAT VIPRA BAHUDA VADANTI” yang artinya Tuhan itu satu, namun orang bijaksana(Maharsi) menyebutnya dengan berbagai nama. Apa yang tertulis didalam Weda tersebut ada jauh sebelum agama lain itu ada. Lalu bagaimana konsep Ketuhanan dalam agama Hindu? Konsep Ketuhanan didalam agama Hindu adalah Monoteisme. Yang mana, Hindu memuja satu Tuhan yang memiliki banyak nama.
Manusia, selain makhluk sosial adalah makhluk religius. Salah satu buktinya, manusia masih menganggap bahwa ada kekuatan Maha Agung yang memiliki kuasa atas hidupnya dan juga alam semesta. Nilai-nilai religius yang ada dalam diri manusia tertuang dalam sebuah keyakinan tentang keTuhanan dan terimplementasikan lewat agama-agama.
Konsep dasar memahami Ketuhanan dalam agama Hindu adalah, bahwa Tuhan itu satu dan dipuja dengan berbagai cara dan jalan berdasarkan etika. Sastra Veda dalam Upanisad IV.2.1. menyebutkan: Ekam Ewa Adwityam Brahman (Tuhan itu hanya satu, tidak ada duanya). Sementara dalam Narayana Upanisad ditegaskan: Eko Narayana Nadwityo Astikacit (Hanya satu Tuhan, sama sekali tidak ada duanya).
Dalam mewujudkan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan sifat-Nya yang Acintya (tidak dapat terfikirkan), manusia dengan sifatnya yang Awidya (tidaksempurna) memuja Tuhan dengan berbagai rupa, nama dan sebutan, serta berbagai interprestasi. Ini seperti tertuang dalam kitab suci Weda: Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti (Hanya satu Tuhan, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak nama).
Ketika ada orang yang mengatakan bahwa kamu memiliki Tuhan yang berbeda dengan saya; atau mengatakan Tuhan yang saya sembah lebih bagus dari Tuhanmu dan kamu harus menyembah Tuhan yang saya sembah, jika tidak kamu adalah manusia yang tidak berTuhan; sesungguhnya itu adalah pernyataan keliru. Kita memuja Tuhan dengan berbagai manifestasi-Nya, karena sesungguhnya Tuhan meresapi seluruh yang telah ada, yang ada dan yang akan ada. Tuhan berada di semua ciptaan-Nya dan secara bersamaan berada juga di luar ciptaa-Nya, tidak terbatas oleh ruang dan waku dan ada di mana-mana, bahkan di dalam diri kita.
Tuhan bersifat Acintya atau tidak terfikirkan oleh manusia. Artinya, manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan dengan sempurna. Sebagai makhluk yang dikarunia akal dan fikiran, manusia memiliki cara untuk mewujudkan bhaktinya kepada Sang Penguasa Alam Semesta dengan berbagai cara berdasarkan nilai-nilai dharma (kebenaran).
Kita sebagai manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan secara utuh. Kita hanya dapat menggambarkan Tuhan seperti apa yang kita pikirkan dan untuk diri kita sendiri. Karena definisi Tuhan menurut saya akan berbeda dengan definisi Tuhan menurut anda. Namun kebenaran yang mutlak itu adalah Tuhan itu satu tunggal adanya.
Kita seperti orang buta yang meraba gajah dalam menggambarkan keagungan Tuhan. Orang buta pertama, ketika diberi kesempatan meraba gajah dan yang diraba adalah kaki gajah, maka dia akan memberikan definsi berdasarkan pengalaman indrawinya; bahwa gajah itu seperti tiang-tiang yang kokoh. Selanjutnya, orang buta kedua yang meraba telinga, maka akan mendifinisikan bahwa gajah seperti kipas yang besar. Demikian juga orang buta ketiga yang meraba ekor gajah, maka dia akan memberikan kesimpulan bahwa gajah itu seperti cambuk cemeti.
Apakah orang buta tadi meraba objek yang sama? Tentu iya. Namun apakah memiliki pandangan dan kesimpulan yang sama atas objek yang dirabanya, tentu tidak. Kebenarannya adalah dia meraba gajah yang sama, tapi tidak bisa menggambarkan gajah itu dengan utuh. Jika orang buta satu memaksakan pandangannya untuk dapat diterima oleh orang buta lainnya, maka akan terjadi konflik.
Demikian juga kita dalam memahami Tuhan. Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang dapat menggambarkan Tuhan dengan utuh. Mereka memuja Tuhan dengan cara yang berbeda. Jadi Pujalah Tuhan itu berdasarkan keyakinan yang mendalam yang tumbuh dari hati sanubarimu yang terdalam. Karena kebenaran itu muncul dari hati sanubari kita yang terdalam. Maka tanamkan nilai-nilai keTuhanan itu ke dalam diri kita masing-masing. Ketika nilai-nilai Ketuhanan yang ada dalam diri kita tumbuh subur, maka tidak ada kesengsaraan, karena yang ada hanya kedamaian.
Apakah Dewa Sama Dengan Tuhan?
Ada sebagian orang bertanya bagaimana dengan DEWA apakah juga Tuhan? Kata DEWA berasal dari bahasa Sanskerta memiliki banyak arti antara lain: “yang memberi” Tuhan adalah DEWA karena Dia memberi seluruh dunia. Orang terpelajar yang memberikan ilmu pengetahuan kepada sesama manusia adalah juga seorang Dewa (VIDVAMSO HI DEVAH).
Matahari, bulan dan bintang-bintang adalah para dewa karena mereka memberikan cahaya bagi seluruh ciptaan. Ayah Ibu dan pembimbing spiritual juga para Dewa bahkan seorang tamu adalah Dewa.
Maka Dewa kemudian berarti Cahaya. Kalau diandaikan matahari adalah Tuhan sinarnya yang tak terhitung jumlahnya itu adalah para Dewa. Jadi para Dewa itu sebenarnya adalah nama-nama Tuhan didalam fungsinya yang terbatas.
Misalnya: Brahma adalah manifestasi Tuhan dalam fungsinya sebagai pencipta, Wisnu adalah manifestasi Tuhan dalam fungsinya sebagai pemelihara dan Siwa adalah manifestasi Tuhan dalam fungsinya sebagai pelebur(pemralina).